Ucapkan Selamat Natal Kepada Saudara Kita Umat Nasrani, Siapa Takut?


Ucapkan Selamat Natal Kepada Saudara Kita Umat Nasrani, Siapa Takut?
SEORANG  muslim sering "galau" saat bulan Desember menjelang. Apalagi, jika memiliki bos, saudara, dan teman sejawat beragama Katolik atau Kristen. Pasalnya, dia berkeyakinan mengucapkan "Selamat Natal" itu "diharamkan" agamanya. 

Berbeda dengan bos, saudara, dan teman sejawatnya yang beragama Katolik atau Kristen tadi. Mereka dengan senang hati mengucapkan "Selamat Idul Fitri, Selamat Idul Adha, Selamat Berpuasa, Selamat Maulid Nabi Muhammad SAW, Selamat Memasuki Tahun Baru Islam 1 Muharram," dan lain-lainnya perayaan Umat Islam. 

Bahkan, di gereja-gereja ucapan selamat kepada ummat Islam itu selalu dipampang dengan baik dan mudah terlihat. Suatu penghormatan dan bentuk toleransi dari ummat Nasrani (Katolik/Kristen) kepada ummat Islam. Ucapan itu bukan lantaran ummat Islam mayoritas di negeri ini, tetapi tumbuh dan berkembang dengan baik dalam kerangka bertoleransi tadi. 

Di beberapa negara Islam atau yang mayoritas rakyatnya beragama Islam, ummat Islam di negera tersebut ketika Natal menjelang, ikut membantu saudara mereka yang Nasrani untuk melakukan persiapan menyambut Natal. Sebut saja misalnya di Palestina, Iran, Suriah, Mesir, Turky, dan lainnya. 

Demikian juga di beberapa daerah di Indonesia semangat toleransi itu sudah terbina dengan baik. Ketika ummat Islam merayakan hari besarnya, ummat Nasrani ikut ambil bagian dalam perayaan itu, tak hanya sekedar mengucapkan "Selamat Merayakan Idul Fitri," misalnya. Demikian pula sebaliknya, ketika ummat Narasni merayakan Natal, ummat Islam di daerah itu juga ikut membantu, dan bersuka cita.

Bentuk toleransi semacam ini yang dibutuhkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragam atau majemuk. Toleransi merupakan kekuatan bangsa Indonesia yang selama ini ditakuti bangsa asing, sehingga susah memecah belah bangsa Indonesia. 

Namun, akhir-akhir ini toleransi itu dirusak oleh sekelompok manusia yang mengaku "pemilik surga" dengan menyebut Non Muslim, termasuk ummat Nasrani dengan sebutan "kafir". Ummat Islam pun "diharamkan" mengucapkan "Selamat Natal" dengan alasan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

Padahal, Islam sebagai agama yang "rahmatan lil 'alamin" tidak mengajarkan permusuhan kepada Non Muslim. Islam justru mengajak Non Muslim untuk membangun bangsa secara bersama-sama, dan menjaganya dari serangan bangsa lain. Bukti Islam mengajak ummat Non Muslim membangun suatu bangsa bersama adalah Piagam Madinah yang dicetuskan Rasulullah SAW. 

"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu…” (Qs. Al-Mumtahanah: 8). 

Islam mengajarkan untuk membalas kebaikan dan penghormatan yang diberikan seseorang, tanpa memandang suku, agama, dan ras (SARA). Karena Islam merupakan agama yang cinta damai, dan tujuan Rasulullah SAW diutus adalah untuk menciptakan akhlaq yang agung, akhlak yang suka berbuat baik kepada siapa pun, tak hanya kepada sesama Muslim. 

"Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu." (Qs. An-Nisa ayat 86). 

Inilah ajaran al Quran, inilah ajaran Islam yang sesungguhnya. 

Menarik untuk menyimak penjelasan Imam Ali tentang sosok Nabi Isa as. Seseorang bertanya kepada Ali bin Abi Thalib as tentang Nabi Isa as/Jesus. Kemudian Imam bercerita tentang Nabi Isa as:

“Beliau (Nabi Isa/Jesus) hanya menggunakan sebongkah batu untuk bantalnya saat tidur, hanya memakai pakaian lusuh, hanya memakan makanan kasar, dan bumbunya adalah rasa laparnya. 

Lampunya di malam hari adalah bulan. Tempat berteduhnya di musim dingin, hanyalah rentangan bumi ke timur dan ke barat. Beliau tidak mempunyai istri untuk menggodanya, tak ada pula anak untuk memberikan kesenangan atau kepedihan kepadanya.

Tak ada kekayaan untuk mengalihkan (perhatiannya), dan tak ada keserakahan untuk melalaikan kewajibannya. Kedua kakinya adalah kendaraannya, dan kedua tangannya adalah pembantunya”.

“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahirku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan kembali”. (QS Maryam : 33).

Profesor Muahmmad Quraish Shihab, ahli tafsir dan mantan Menteri Agama RI pernah memberikan penjelasan menarik tentang kebolehan seorang Muslim mengucapkan "Selamat Natal" kepada saudaranya yang beragama Katolik dan Kristen. Penjelasan disampaikan dalam program Tafsir Al Misbah di Metro TV, Ramadan 1435 Hijriah episode Surah Maryam Ayat 30-38.

"Saya duga keras persoalan ini hanya di Indonesia. Saya lama di Mesir. Saya kenal sekali. Saya baca di koran, ulama-ulama Al Azhar berkunjung kepada pimpinan umat kristiani mengucapkan selamat Natal.

Saya tahu persis ada ulama besar di Suriah memberi fatwa bahwa itu boleh. Fatwanya itu berada dalam satu buku dan bukunya itu diberikan pengantar oleh ulama besar lainnya, Yusuf al-Qaradawi, yang di Syria namanya Mustafa Al Zarka’a. Ia mengatakan mengucapkan selamat Natal itu bagian dari basa-basi, hubungan baik.

Ini tidak mungkin menurut beliau, tidak mungkin teman-teman saya dari umat Kristiani datang mengucapkan selamat hari raya Idulfitri terus dilarang gitu.

Menurut beliau dalam bukunya yang ditulis bukan jawaban lisan ditulis, dia katakan, saya sekarang perlu menunjukkan kepada masyarakat dulu bahwa agama ini penuh toleransi. Kalau tidak, kita umat yang dituduh teroris. Itu pendapat.

Saya pernah menulis soal itu, walaupun banyak yang tidak setuju, saya katakan begini, saya ucapkan Natal itu artinya kelahiran. Nabi Isa mengucapkannya. Kalau kita baca ayat ini dan terjemahkan boleh atau tidak? Boleh. Ya toh? Boleh.

Jadi, kalau Anda mengucapkan selamat Natal, tapi keyakinan Anda bahwa Nabi Isa bukan Tuhan atau bukan anak Tuhan, maka tidak ada salahnya. Ucapkanlah selamat Natal dengan keyakinan seperti ini dan Anda kalau mengucapkannya sebagai muslim. Mengucapkan kepada umat kristiani yang paham, dia yakin bahwa anda tidak percaya.

Jadi yang dimaksud itu, seperti yang dimaksud tadi hanya basa-basi.

Saya tidak ingin berkata fatwa Majelis Ulama itu salah yang melarang, tetapi saya ingin tambahkan larangan itu terhadap orang awam yang tidak mengerti. Orang yang dikhawatirkan akidahnya rusak. Orang yang dikhawatirkan percaya bahwa Natal itu seperti sebagaimana kepercayaan umat kristen.

Untuk orang-orang yang paham, saya mengucapkan selamat Natal kepada teman-teman saya apakah pendeta. Dia yakin persis bahwa kepercayaan saya tidak seperti itu. Jadi, kita bisa mengucapkan.

Jadi ada yang berkata bahwa itu Anda bohong. Saya katakan agama membolehkan Anda mengucapkan suatu kata seperti apa yang anda yakini, tetapi memilih kata yang dipahami lain oleh mitra bicara Anda.

Saya beri contoh, Nabi Ibrahim dalam perjalanannya menuju suatu daerah menemukan atau mengetahui bahwa penguasa daerah itu mengambil perempuan yang cantik dengan syarat istri orang. Nah, dia punya penyakit jiwa. Dia ndak mau yang bukan istri orang.

Nabi Ibrahim ditahan sama istrinya Sarah. Ditanya, ini siapa? Nabi Ibrahim menjawab, ini saudaraku. Lepas.

Nabi Ibrahim tidak bohong. Maksudnya saudaraku seagama. Itu jalan. Jadi kita bisa saja. Kalau yang kita ucapkan kepadanya selamat Natal itu memahami Natal sesuai kepercatannya, saya mengucapkannya sesuai kepercayaan saya sehingga tidak bisa bertemu, tidak perlu bertengkar.

Jadi syaratnya boleh mengucapkannya asal akidah anda tidak ternodai. Itu dalam rangka basa-basi saja, seperti apa yang dikatakan ulama besar suriah itu.

Begitu juga dengan selamat ulangtahun, begitu juga dengan selamat tahun baru. Memang kalau kita merayakan tahun baru dengan foya-foya, itu yang terlarang foya-foyanya, bukan ucapan selamatnya kita kirim. Bahkan, ulama Mustafa Al Zarka’a berkata, ada orang yang menjual ucapan, kartu-kartu ucapan ini, itu boleh saja, tidak usah dilarang. Penggunanya keliru kalau dia melanggar tuntunan agama.

Ada orang sangat ketat dan khawatir. Itu kekhawtiran wajar kalau orang di kampung, tidak mengerti agama. Lantas ada yang mengakan kelahiran Isa itu sebagai anak Tuhan dan sebagainya, itu yang tidak boleh. Kalau akidah kita tetap lurus, itu tidak ada masalah.

Kita ucapkan selamat Natal, di ayat kita ini, sekian banyak ucapan selamat yang dutujukan para Nabi." 

Demikian penjelasan Profesor Muahmmad Quraish Shihab.

Sebagai penutup tulisan ini, penulis mengutip kata-kata Dr. Muhsin Labib:

"Anda boleh menyebutnya Isa atau Yesus. Anda berhak menganggapnya Putra Bapa atau Roh Allah. Anda bisa meyakininya telah disalib atau diangkat ke langit. Itu urusan Anda. Yang pasti manusia tampan Nazaret itu bukan manusia biasa. Salam atasnya pada hari ia dilahirkan, pada hari ia wafat dan pada hari ia dibangkit hidup kembali."

Selamat berbahagia merayakan Natal bagi kawan-kawan Kristiani tercinta. dan bagi para pencinta Isa al-Masih di mana pun berada. Semoga kita diberkati Allah. Amin. 

Ditulis Oleh: Ibnu Samsuddin

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan

Iklan Bawah Artikel

Iklan