Ajakan Tak Salatkan Jenazah Pendukung Ahok Mirip Ajaran Khawarij


Ajakan Tak Salatkan Jenazah Pendukung Ahok Mirip Ajaran Khawarij
SO - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah 1998-2005, Ahmad Syafii Maarif mengaku resah dengan beredarnya spanduk yang berisi ancaman tidak menyalatkan jenazah yang semasa hidupnya memilih calon gubernur penista agama.

Menurutnya, ajakan untuk tidak menyalatkan jenazah pendukung penista agama adalah ajaran masa lalu yang bersifat primitif dan berbahaya jika dipelihara. 

“Itu cara primitif, orang yang tidak percaya diri. Menurut saya ini pandangan sempit dan sangat berbahaya,” katanya, dalam program acara salah satu TV Swasta, beberapa waktu lalu.

Buya Syafii menceritakan bahwa ajakan untuk tidak menyalatkan jenazah pernah terjadi pada abad ke-7 masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketika itu kelompok Khawarij yang keluar dari Ali bin Abi Thalib merumuskan teologi kebenaran tunggal dan mencetuskan bahwa penganut di luar mereka adalah salah.

Jika kemudian ajaran itu hari ini muncul kembali, kata Buya, hal tersebut merupakan cara tak beradab dan merusak citra agama sebagai agama yang menebar kebaikan untuk semua. 

“Cara-cara seperti itu biadab, tidak benar,” katanya.

Ajakan untuk tidak menyalatkan jenazah pendukung penista agama berakibat pengkhianatan dan tidak lagi memandang agama sebagai rahmat untuk semesta alam hanya karena perbedaan pilihan politik. 

“Rahmatan lil ‘alamin tidak akan tercapai, apalagi menjadikan agama sebagai kendaraan politik sangat berbahaya walaupun sering terjadi. Ini harus dihentikan,” katanya.

Bagi Buya, ranah agama yang dibawa ke ranah politik sangat berbahaya. Apalagi ketika banyak partai politik yang ikut melakukan ini untuk kepentingan tertentu. 

“Agama menjunjung tinggi perbedaan pemahaman. Bangsa ini karya semua kelompok pengikut agama, kita jaga. Jangan memaksakan kehendak, merusak demokrasi dan citra agama,” jelasnya.

Buya Syafii juga menyerukan kepada pemerintah terkait untuk bertindak tegas dalam kasus ini. 

“Pemerintah jangan terlalu bertenggang rasa. Pemerintah itu bekerja memerintah bukan membujuk, keluarkan perintah tapi dengan alasan yang kuat,” katanya. 

“Kalau cara yang persuasif, tidak ada gunanya dalam situasi sekarang ini. Aparat harus tegas untuk segera menurunkan spanduk tersebut,” tegas Buya.

Beberapa waktu yang lalu, ketua umum PP Muhammadiyah 2005-2015 Din Syamsuddin telah menyatakan bahwa menyalatkan jenazah muslim merupakan keharusan. 

“Menyalatkan  jenazah sesama muslim adalah fardhu kifayah. Seyogyanya tidak ada larangan shalat atas jenazah seseorang yang tetap bersyahadatain,” tulis Buya Syafii melalui akun media sosialnya.

Hal yang sama dikatakan sekretaris umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Menurutnya, sebaiknya umat Islam tetap menyalatkan jenazah muslim, meskipun yang bersangkutan dituduh sebagai munafik atau pendukung penista agama. 

Hal itu, katanya lagi, termasuk hak atas sesama muslim yang harus dipenuhi. 

“Ada enam hak Muslim terhadap Muslim lainnya, salah satunya diurus jenazahnya,” kata Mu’ti di Jakarta, pekan lalu.

Sebelumnya, pada Selasa 7 Maret 2017, terjadi penolakan untuk menyalatkan jenazah bernama Hindun binti Raisan, (77 tahun), di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan dan Rabu 8 Maret pada warga Pondok Pinang, Jakarta Selatan bernama Siti Rohbaniah, 80, yang wafat pada Rabu 8 Maret. 

Jenazah Hindun akhirnya dishalatkan di rumah, sedangkan jenazah Siti Rohbaniah dishalati setelah keluarga menandatangani surat pernyataan mendukung salah satu calon gubernur yang disodorkan ketua RT. 

Sekilas Tentang Khawarij

Khawarij adalah salah satu golongan dari tubuh umat islam yang mengkafirkan pelaku dosa besar dan keluar dari pemerintahan yang sah.

Sumber pemikiran, sifat dan karakter Khawarij awalnya dari seseorang yang bernama Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim. 

Awalnya dia telah menuduh Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi Wa Sallam tidak adil dalam pembagian harta rampasan perang, ucapannya membuat Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid hendak memenggal lehernya, akan tetapi dicegah oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi Wa Sallam. 

Ciri khas Khawarij lainnya adalah mengkafirkan pemerintah kaum muslimin dan orang-orang yang bersama pemerintah tersebut (karena melakukan dosa-dosa besar), memberontak kepada pemerintah kaum muslimin, menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. 

Dalam riwayat lain disebutkan, "Sesungguhnya akan lahir dari orang ini suatu kaum yang membaca Al-Qur’an tetapi tidak sampai melewati kerongkongannya, mereka membunuh orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Mereka terlepas dari Islam sebagaimana anak panah yang terlepas dari busurnya. Kalau aku menjumpai mereka sungguh akan aku perangi mereka sebagaimana memerangi kaum ‘Ad.”

Kemudian perkembangan gerakan Khawarij membesar pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah yang kini ada di Irak selatan, disuatu tempat yang disebut Khouro, Kuffah. Khawarij merupakan bentuk yang berbeda dari Sunni dan Syi’ah. 

Gerakan ini berakar sejak zaman Khalifah Utsman bin Affan dibunuh, dan kaum Muslimin kemudian mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, kaum Muslimin mengalami kekosongan kepemimpinan selama beberapa hari.

Setelah Utsman bin Affan dibunuh oleh orang-orang yang membencinya, kaum muslimin mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, setelah beberapa hari kaum muslimin hidup tanpa seorang khalifah. 

Kabar kematian 'Ustman kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah, yang mana dia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin Affan.

Sesuai dengan syariat Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas kematian 'Ustman. Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib. 

Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan 'Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh 'Ustman saja karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya. 

Akhirnya terjadilah perang shiffin karena perbedaan dua pendapat tadi. Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. 

Melihat hal ini, orang-orang khawarijpun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan Ali bin abi Thalib. Mereka (Khawarij) merencanakan untuk membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib, tetapi yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib. (***)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Ajakan Tak Salatkan Jenazah Pendukung Ahok Mirip Ajaran Khawarij"

Post a Comment

Silahkan Komentari Artikel ini

Iklan Atas Artikel

Iklan

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan

Iklan Bawah Artikel

Iklan